FOTO: RUSMAN BIRO PERS SETPRES |
PK,.Jakarta, 22 Mei 2018,.Presiden
Joko Widodo menegaskan bahwa terorisme adalah kejahatan luar biasa yang
dihadapi oleh mayoritas negara-negara di dunia. Untuk memeranginya,
kejahatan tersebut juga harus dihadapi dengan cara-cara yang luar biasa.
Pernyataan tersebut disampaikannya saat memimpin rapat terbatas
mengenai pencegahan dan penanggulangan terorisme di Kantor Presiden,
Jakarta, Selasa, 22 Mei 2018.
"Kita
semua tahu bahwa hampir semua negara di dunia menghadapi ancaman
kejahatan terorisme ini. Ancaman terorisme bukan hanya terjadi di
negara-negara yang sedang dilanda konflik, tapi juga di negara-negara
maju seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa juga sedang menghadapi
ancaman yang sama," ujarnya mengawali arahan.
Selama
ini perhatian kita disebut lebih banyak tertuju pada pendekatan _hard
power_ dalam menangani hal itu. Yakni dengan melakukan penegakan hukum
yang tegas, keras, dan tanpa kompromi sekaligus memburu jaringan teroris
hingga ke akarnya. Namun, hal tersebut dirasa belum cukup.
"Pendekatan
_hard power_ jelas sangat diperlukan, tetapi itu belum cukup. Sudah
saatnya kita juga menyeimbangkan dengan pendekatan _soft power_,"
ujarnya.dalam rilis yang diterima Redaksi.
Selain
memperkuat program deradikalisasi bagi para narapidana teroris sebagai
pendekatan _soft power_ yang telah dilakukan pemerintah, Presiden
menginstruksikan jajaran terkait agar langkah-langkah serupa juga
diupayakan untuk membentengi masyarakat dari ideologi terorisme yang
penuh dengan kekerasan.
"Saya
minta pendekatan _soft power_ yang kita lakukan bukan hanya dengan
memperkuat program deradikalisasi kepada mantan napi teroris, tetapi
juga membersihkan lembaga-lembaga mulai dari TK, SD, SMP, SMA/SMK,
perguruan tinggi, dan ruang-ruang publik dari ajaran-ajaran ideologi
terorisme," ucapnya.
Lebih
lanjut Presiden mengatakan, langkah preventif ini menjadi penting
ketika kita melihat pada serangan teror bom bunuh diri di Surabaya dan
Sidoarjo minggu lalu mulai melibatkan keluarga, perempuan, dan anak-anak
di bawah umur. Hal tersebut, menurut Presiden, cukup memberikan
peringatan bagi kita bersama.
"Ini
menjadi peringatan kepada kita, menjadi _wakeup call_, betapa keluarga
telah menjadi target indoktrinasi ideologi terorisme," tuturnya.
Maka
itu, Kepala Negara berpesan agar pendekatan _hard power_ yang selama
ini telah berjalan lebih dipadukan dan diperkuat dengan pendekatan _soft
power_ dengan turut menyasar pada langkah pencegahan berkembangnya
ideologi terorisme di lapisan masyarakat yang lebih luas.
"Sekali
lagi saya ingatkan ideologi terorisme telah masuk kepada keluarga kita,
sekolah-sekolah kita, untuk itu saya minta pendekatan _hard power_
dengan _soft power_ dipadukan, diseimbangkan, dan saling menguatkan
sehingga aksi pencegahan dan penanggulangan terorisme ini bisa berjalan
jauh lebih efektif," pungkasnya.
Secara
terpisah, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan
Wiranto dalam keterangannya kepada jurnalis mengatakan, terorisme bukan
hanya musuh TNI dan polisi saja tetapi musuh bersama karena korbannya
rakyat sehingga harus ada sinkronisasi komponen bangsa.
"Kita
lihat teroris hidup di kalangan masyarakat, sumbernya masyarakat, kalau
kita lihat kondisi seperti itu tentu yang dihadapi kita bersama
terorisme musuh bersama," ujar Wiranto.
Sementara
itu Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menyebutkan bahwa dari
kepolisian sendiri dia berharap revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dapat segera
dilaksanakan.
"Dengan
Undang-Undang baru bisa komprehensif dengan melibatkan banyak pihak tapi
tetap menghargai nilai-nilai demokrasi dan HAM. Jadi penanganan
pencegahan yang melibatkan banyak pihak," tutur Tito.
Menurut
Tito, aksi terorisme adalah puncak gunung es. Sementara akar gunung es
meliputi permasalahan komprehensif ekonomi, ideologi, keadilan, dan
ketidakpuasan.
"Ini yang
perlu ditangani, ada prosesnya untuk menuju aksi terorsime. Di Surabaya
prosesnya cukup panjang. Dengan rapat tadi Presiden beri arahan baik
_hard power_ penegakan hukum, melibatkan stakeholder terkait BIN, TNI,
BNPT, dan langkah-langkah komprehensif pencegahan dan pascaperistiwa
terutama untuk ubah _mindset_ ideologi terorisme," lanjutnya.
Tito
mengatakan Polri juga mengajukan agar dibangun rutan dengan penjagaan
maksimum. Ada masa penangkapan, penyidikan, penuntutan, persidangan di
mana tersangka atau terdakwa ditempatkan di tempat khusus yang tidak
sama dengan rutan Salemba dan Cipinang.
Bey Machmudin
Posting Komentar