PK,.JAKARTA,.(Puspen TNI). Polisi Militer (POM) TNI sudah memiliki alat bukti yang cukup untuk meningkatkan status kasus pembelian Helikopter AW 101 dari penyelidikan menjadi penyidikan, hasil sementara telah menetapkan 3 (tiga) orang oknum TNI AU sebagai tersangka yaitu Marsma TNI FA sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Letkol (ADM) WW sebagai pejabat Pemegang Kas (Pekas), Pelda SS Staf Pekas yang menyalurkan dana kepada pihak-pihak tertentu, dan masih sangat mungkin ada tersangka lain.
Hal tersebut disampaikan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo didampingi Kasau Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, Ketua KPK Agus Rahardjo dan Kapuspen TNI Mayjen TNI Wuryanto, saat Konferensi Pers dengan awak media massa, di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jl. Kuningan Persada Kavling 4 Jakarta Pusat, Jumat (26/5/2017).
“Dari hasil penyelidikan POM TNI bersama-sama dengan KPK dan PPATK terhadap dugaan penyimpangan dalam pengadaan Helikopter AW 101 TNI AU, ditemukan potensi kerugian negara diperkirakan sebesar Rp 220 Milliar dengan basis perhitungan nilai tukar rupiah sebesar Rp. 13.000/1USD,” jelas Panglima TNI.
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo juga menyampaikan bahwa, penyelidikan POM TNI, KPK dan PPATK masih terus melakukan berbagai upaya integratif, khususnya terkait aliran dana dari hasil pengadaan Helikopter AW 101 milik TNI AU tersebut. “Sebagai barang bukti POM TNI telah mengamankan (disita pemblokiran rekening) atas nama PT. Diratama Jaya Mandiri selaku penyedia barang senilai 139 milliar,” ujarnya.
“Saya selaku Panglima TNI berharap kepada pihak-pihak yang terkait dengan perkara ini, khususnya personel TNI agar bersikap kooperatif, jujur dan bertanggung jawab, sehingga permasalahan bisa diselesaikan secara cepat, tuntas dan proporsional,” ucap Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.
Panglima TNI menambahkan, sesuai arahan Presiden RI Joko Widodo pada Rapat Terbatas tanggal 23 Februari 2016 bahwa kondisi ekonomi Indonesia saat ini belum benar-benar normal, maka pembelian Helikopter AW-101 belum dapat dilakukan, jadi untuk saat ini ditunda dulu sampai dengan kondisi ekonomi kita lebih baik.
Menjawab pertanyaan wartawan terkait dengan hukuman yang akan dijatuhkan kepada tersangka kasus korupsi pengadaan Helikopter AW 101, Panglima TNI mengatakan bahwa proses hukum terhadap tersangka oknum TNI akan diserahkan kepada Pengadilan Militer berdasarkan Undang-Undang yang berlaku. Sedangkan tersangka sipil proses hukumnya diserahkan kepada pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
“Saya minta media massa turut serta mengawasi sampai dengan selesai proses persidangan, tidak ada yang ditutup-tutupi, sehingga semuanya jelas. TNI akan transparan, karena yang diselewengkan adalah uang rakyat, jadi harus dipertanggung jawabkan juga kepada rakyat. Yakinlah bahwa hukum adalah Panglima bagi TNI,” ungkap Panglima TNI.
Pada kesempatan yang sama, Kasau Marsekal TNI Hadi Tjahjanto menjawab pertanyaan wartawan tentang pengadaan Helikopter AW 101 mengatakan bahwa, TNI AU belum memiliki Helikopter yang memiliki room door dan itulah yang akan diadakan, namun kenyataannya Heli yang datang akhir bulan Januari 2017 tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan, sehingga sampai saat ini Heli tersebut belum diterima sebagai kekuatan TNI AU. @ATR
Hal tersebut disampaikan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo didampingi Kasau Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, Ketua KPK Agus Rahardjo dan Kapuspen TNI Mayjen TNI Wuryanto, saat Konferensi Pers dengan awak media massa, di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jl. Kuningan Persada Kavling 4 Jakarta Pusat, Jumat (26/5/2017).
“Dari hasil penyelidikan POM TNI bersama-sama dengan KPK dan PPATK terhadap dugaan penyimpangan dalam pengadaan Helikopter AW 101 TNI AU, ditemukan potensi kerugian negara diperkirakan sebesar Rp 220 Milliar dengan basis perhitungan nilai tukar rupiah sebesar Rp. 13.000/1USD,” jelas Panglima TNI.
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo juga menyampaikan bahwa, penyelidikan POM TNI, KPK dan PPATK masih terus melakukan berbagai upaya integratif, khususnya terkait aliran dana dari hasil pengadaan Helikopter AW 101 milik TNI AU tersebut. “Sebagai barang bukti POM TNI telah mengamankan (disita pemblokiran rekening) atas nama PT. Diratama Jaya Mandiri selaku penyedia barang senilai 139 milliar,” ujarnya.
“Saya selaku Panglima TNI berharap kepada pihak-pihak yang terkait dengan perkara ini, khususnya personel TNI agar bersikap kooperatif, jujur dan bertanggung jawab, sehingga permasalahan bisa diselesaikan secara cepat, tuntas dan proporsional,” ucap Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.
Panglima TNI menambahkan, sesuai arahan Presiden RI Joko Widodo pada Rapat Terbatas tanggal 23 Februari 2016 bahwa kondisi ekonomi Indonesia saat ini belum benar-benar normal, maka pembelian Helikopter AW-101 belum dapat dilakukan, jadi untuk saat ini ditunda dulu sampai dengan kondisi ekonomi kita lebih baik.
Menjawab pertanyaan wartawan terkait dengan hukuman yang akan dijatuhkan kepada tersangka kasus korupsi pengadaan Helikopter AW 101, Panglima TNI mengatakan bahwa proses hukum terhadap tersangka oknum TNI akan diserahkan kepada Pengadilan Militer berdasarkan Undang-Undang yang berlaku. Sedangkan tersangka sipil proses hukumnya diserahkan kepada pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
“Saya minta media massa turut serta mengawasi sampai dengan selesai proses persidangan, tidak ada yang ditutup-tutupi, sehingga semuanya jelas. TNI akan transparan, karena yang diselewengkan adalah uang rakyat, jadi harus dipertanggung jawabkan juga kepada rakyat. Yakinlah bahwa hukum adalah Panglima bagi TNI,” ungkap Panglima TNI.
Pada kesempatan yang sama, Kasau Marsekal TNI Hadi Tjahjanto menjawab pertanyaan wartawan tentang pengadaan Helikopter AW 101 mengatakan bahwa, TNI AU belum memiliki Helikopter yang memiliki room door dan itulah yang akan diadakan, namun kenyataannya Heli yang datang akhir bulan Januari 2017 tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan, sehingga sampai saat ini Heli tersebut belum diterima sebagai kekuatan TNI AU. @ATR
Posting Komentar