PORTAL-KOMANDO.COM,.(22/2),.-Salah
satu program prioritas presiden Jokowi yang tertuang dalam butir-butir
Nawacita, patut diacungi jempol, khususnya di bidang kemaritiman dan
kelautan. Dimana Indonesia akan dijadikan poros maritim dunia.
Tanggapan dan masukan
mengenai hal ini, datang dari Paku Alam wakil Sekretaris Jenderal
Asosiasi perusahaan maritim dan perikanan tangkap Indonesia (
Aspitindo). Yang memberi informasi tentang fakta dan kondisi yang
terjadi sekarang ini khususnya mengenai bisnis para nelayan dan
pengusaha perikanan Republik Indonesia.
Ia menyebutkan bahwa
kondisi dan fakta yang terjadi sekarang ini khususnya pada para pelaku
usaha kecil dan menengah di bidang perikanan laut hampir rata-rata
semuanya di seluruh Indonesia pada mati suri.
Penyebabnya
dikarenakan kebijakan-kebijakan kementerian kelautan dan perikanan (KKP)
yang tidak dapat menimbulkan hasil yang dapat mensejahterakan
masyarakat khususnya para nelayan dan perusahaan perikanan.
Coba anda bayangkan,
dengan luas wilayah laut Indonesia sebesar 5,4 juta km persegi dan
panjang pantai mencapai 95,181 km. Indonesia memiliki potensi tangkap
ikan laut lestari mencapai 130 juta ton per tahun atau bila dirupiahkan
bernilai sekitar Rp. 2500-3000 triliun,” ucapnya.
Jadi kekayaan Indonesia dari perikanan laut ini sungguh
luar biasa, dan ikan itu tidak ada habisnya karena ia bertelur terus.
Bahkan menurut data dan penelitian, pada musim.musim tertentu perairan
atau laut kita itu menjadi lintasan dari ikan ikan di dunia.
Namun fakta yang saya dapatkan dari hasil survei selama 3
tahun kita berkeliling Indonesia, saya dapati masih banyak di
daerah.daerah itu yang tidak mempunyai tempat pelelangan ikan yang
layak, frezer dan lain.lainnya yang dapat menunjang penghasilan para
nelayan. Para nelayan hanya menjual hasil tangkapannya ke pasar
tradisional, yang ikannya itu tidak tahan lama.
Jadi kebijakan Ibu Susi yang terkait dengan kehidupan para
nelayan, dapat saya katakan 'gagal' karena tidak sejalan dengan program
nawacita yang di inginkan presiden Jokowi, tegas Paku Alam.
Bukan kebijakan yang lebih mengedepankan sensasi dan
spektakuler dengan menenggelamkan perahu-perahu, " kebijakan ini ibarat
kita ingin membakar tikus tapi rumah kita sendiri dibakar".
Padahal kita tahu kehidupan nelayan kita masih
memprihatinkan dan kondisinya masih sangat kekurangan, jadi jangan kita
seperti orang kaya daripada dibakar dan ditenggelamkan lebih baik
perahu-perahu asing itu dibagikan saja kepada nelayan yang membutuhkan.
Rasanya kita tidak
perlu menjadi negara yang hebat, disegani dan ditakuti negara lain tapi
rakyatnya sengsara. Lebih baik kita menjadi negara biasa-biasa saja tapi
rakyatnya sejahtera. Karena cita-cita UUD 45 pun demikian, amanatnya
selalu mengutamakan kesejahteraan rakyat. Paparnya.(Padrika Siregar).
Posting Komentar