Jakarta,
2 Mei 2018 (Humas Bakamla RI) --- Direktur Kerja Sama Bakamla RI Dade
Ruskandar, S.H., M.H. memimpin Rapat Pembahasan Rancangan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) khususnya Bab XXXIV tentang Tindak
Pidana Pelayaran, di Kantor Bakamla Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu
(2/5/2018).
Rapat ini
diselenggarakan untuk menjawab keresahan stakeholder pemangku penegakan
hukum di laut Indonesia terkait penggunaan terminologi perompakan atau
pembajakan dalam kejadian yang terjadi di Perairan Teritorial. Sesuai
dengan United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) tahun
1982, penggunaan terminologi perompakan atau pembajakan berkaitan juga
dengan dimana wilayah terjadinya (locus dilicti). Perlu diingat, bahwa
penggunaan terminologi perompakan atau pembajakan hanya dapat digunakan
jika kejadian terjadi di laut lepas.
Jika
terminologi perompakan atau pembajakan digunakan tidak sebagaimana
mestinya, dikhawatirkan akan berimbas pula pada kedaulatan NKRI. Semakin
sering kata-kata itu digunakan, terlebih lagi dalam forum
internasional, maka akan semakin mencerminkan seolah-olah perairan
Indonesia tidak aman untuk dilalui.
Lebih
lanjut, hal ini juga dapat berimbas pada tingginya tarif asuransi bagi
kapal yang akan berlayar menuju atau melewati perairan Indonesia. Ini
merupakan hal-hal yang harus dihindari dalam upaya mewujudkan Indonesia
sebagai poros maritim dunia.
Bakamla
RI merupakan instansi penjuru dalam perumusan mekanisme terkait tindak
pidana di bidang pelayaran. Rapat ini menghasilkan rumusan pasal baru,
khususnya mengenai terminologi perompakan atau pembajakan yang diatur
sesuai dengan UNCLOS, yaitu tidak digunakan di perariran teritorial.
Turut
hadri dalam rapat ini perwakilan dari stakeholder terkait, seperti
Polair, Kemenko Polhukam, Kementerian Luar Negeri, Ditjen Perhubungan
Laut, Kementerian Perhubungan, dan sejumlah undangan lainnya.

Posting Komentar