PORTAL-KOMANDO.COM,.JAKARTA,.(21/12),.Jajaran
petinggi Lembaga Swadaya Masyarakat Pemantau Kinerja Aparatur
Pemerintah Pusat dan Daerah (LSM PKA-PPD) yang terdiri dari Agus Hadi
Suwarno, SH selaku Kepala Tim Divisi Investigasi dan Observasi , Drs B.
Pandjaitan Ketua Umum, Irjen Pol (P) Drs. Logan Siagian, MH dan Letnan
Jenderal TNI (P) Solihin GP sebagai penasehat meminta kepada presiden
Republik Indonesia dan kepada Kapolri sebagai penegak hukum di
pemerintah pusat untuk menindak tegas kepada instansi-instansi di daerah
yang ada unsur pelanggaran hukum yang berakibat merugikan masyarakat.
Antara lain contoh kasus permasalahan warga transmigrasi di desa
Ladongi, kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Kronologis
perkara bermula pada tahun 1979. 13 peserta transmigrasi diberangkatkan
oleh negara dan dibekali oleh program kebijakan pemerintah pusat c/q
menteri tenaga kerja dan transmigrasi hingga akhirnya dilengkapi oleh
surat keputusan gubernur KDH tngkat I Sulawesi Tenggara Nomor :
05/HM/T/1979 tanggal 16 Juli 1979. Akhirnya 13 Kepala Keluarga
transmigrasi ini menempati areal lahan yang sudah diberikan pemerintah
kepada mereka di desa Ladongi, kabupaten Kolaka.
Namun
selang beberapa tahun kemudian, sekelompok warga menyerobot dan
menguasai tanah lahan mereka, ketika permasalahan ini diadukan kepada
pihak yang berwenang. Baik dari kepala pemerintah tingkat II (Bupati),
kepolisian dan pihak-pihak terkait, namun permasalahan ini dibiarkan
saja berlarut-larut tanpa pernah diselesaikan.
Itulah
sedikit gambaran dari sebagian besar keadaanyang terjadi di
daerah-daerah, permasalahan lahan banyak digunakan para Kepala daerah
untuk meraih keuntungan tanpa memperdulikan keberpihakan kepada rakyat
sebagai mana mestinya. Seperti yang dialami 13 kepala keluarga
transmigran di Ladongi, Kabupaten Kolaka ini. Tutur Agus Hadi Suwarno,
SH selaku Kepala Tim Divisi Investigasi dan Observasi LSM PKA PPD.
Terkait
permasalahan lahan warga transmigran ini, sebelumnya memang ada upaya
dari Bupati Kolaka untuk menyelesaikan nasib kurang bagus yang menimpa
peserta transmigrasi dari pemerintah pusat ini, dengan dikeluarkannya
surat keputusan Bupati Kolaka dengan nomor : 348 tahun 2005 ter tanggal
23 September 2005 tentang pembentukan tim penyelesaian kasus tanah
Transmigrasi Ladongi dan tim rapat pada tanggal 29 September 2005 dan
tanggal 10 Oktober 2005, namun hasilnya alih-alih membantu warga
transmigrasi tapi pihak penyerobot tanah transmigrasi malah dibiarkan
begitu saja menguasai lahan tersebut tanpa tindakan apapun dari pihak
aparat hukum yang berwenang, sampai sekarang ini selama 11 tahun.
Akibat
tindakan pembiaran dari tim penyelesaian kasus tanah transmigrasi
Ladongi maka warga transmigrasi merasa frustasi dan resah akibat dari
pembangkangan keadilan ini. Mereka berniat secara bersama-sama untuk
bertindak sendiri melawan penyerobot tanah. Namun kami mencegah
perbuatan tersebut. Pihak LSM PKA PPD akan berupaya menjembatani mereka
untuk menyelesaikan permasalahan warga transmigrasi sampai mereka
mendapatkan apa yang sudah menjadi haknya dan memperoleh keadilan.
Janji
LSM PKA-PPD yang dimotori oleh Agus Hadi Suwarno, SH ini pun dibuktikan
dengan menyurati Presiden Republik Indonesia dengan No :
104/DPP-LSM/X/2016, dengan bukti terima surat dari staf kepresidenan
tanggal 19 Desember 2016 dan juga kepada Kepala Kepolisian Republik
Indonesia dengan bukti tanda terima surat No: 125/DPP-LSM/XII/ Depdagri
(Kapolri) ter tanggal 16 Desember 2016.
Patuh pada
kebijakan negara dan hukum butuh bukti kerja yang nyata, jangan sampai
akibat tidak adanya bukti kerja yang nyata menjadi sebab terjadinya
pembangkangan pada kebijakan negara dan hukum itu sendiri. Ungkap Agus
Hadi Suwarno, SH selaku Kepala Tim Investigasi dan Observasi DPP LSM PKA
PPD.
Penelantaran permasalahan 13 kepala keluarga
transmigrasi di Ladongi, Kabupaten Kolaka ini dan tidak adanya
kepastian hukum yang positif bisa menghilangkan kepercayaan masyarakat
terhadap hukum yang berlaku. Di satu sisi, kejadian ini telah
menghilangkan kewibawaan pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah.
Karena hal ini menandakan pemerintah daerah tidak patuh atau
membangkangi program kebijakan negara dari pemerintah pusat, di sisi
yang lain ini bisa menjadi momok bagi program pemerintah pusat khususnya
untuk mensukseskaan program transmigrasi ke depannya guna meratakan
penduduk dan pembangunan. (Padrika S)
Posting Komentar